Jumat, 30 Oktober 2015

SEJARAH SENI TRADISIONAL TARAWANGSA

3

Kelompok 2 XII-RPL-(II)

1 Ahmad yusup Saepudin
2 Hilman Setiawan
3 Mulyani
4 Silvy Lestiawati
5 Tadjudin


SENI TRADISIONAL TARAWANGSA 




http://tulisansiswaku.blogspot.co.id/

A. Asal Mulanya :

Daerah Rancakalong merupakan daerah yang jauh dari Kota Kabupaten, kira-kira 15 kilometer, dari Kabupaten Sumedang.
Tetapi dalam bidang Seni Jentreng (Tarawangsa) banyak yang ingin tahu terutama dewasa ini seperti mahasiswa jurusan Seni Tari, Karawitan, Siswa SMU, SMP juga SD.
karena berhubungan dengan muatan lokal. seniman-seniman luar negeri pun banyak bahkan lebih cermat dalam mengamati, kesenian Tarawangsa
dalam kegiatan Ngalaksa, Mubur Suro, Mapag Ibu dan sebagainya.
Dalam hal ini kami akan memaparkan secara singkat menurut cerita para tokoh-tokoh terdahulu yang cukup makan garam dalam sejarah ini,
sebagai berikut : Daerah Rancakalong semasa pemerintahan Kerajaan Mataram kira-kira abad 15 atau 16 pernah ditimpa malapetaka kehilangan bibit padi atau Dewi Sri, pada waktu itu padi banyak yang tidak jadi bahkan yang jadi pun berbuah tapi tidak berisi (hapa), kejadian
ini menurut tutur kata para tokoh masyarakat bahwa masyarakat tani sudah merupakan pada tata tertib memuliakan padi (Dewi Sri).masyarakat gelisah dan panik menghadapi hal ini bagaimana kelanjutannya dari mana dan dimana ada bibit padi, para pemuka masyarakat
seperti Embah Wisanagara, Embah Jatikusuma, Embah Raksagama, Embah Wirasuta, mendengar dan melihat banyak masyarakat kelaparan, yang meninggal duniapun banyak, oleh karena itu Embah Jatikusuma segera mengadakan musyawarah untuk menentukan keberangkatan mencari bibit padi
karena mendengar kabar ada di kerajaan Mataram.
  pada waktu keberangkatan disertai utusan dari Sumedang yaitu Nyai Sumedang entah berapa lamanya sampailah ketempat tujuan.Sampai disana mendapat kendala yang sangat sulit dipecahkan, sebab bibit padi dijaga dengan ketat tidak boleh keluar dari
Kerajaan Mataram,dengan singkat Embah Jatikusuma membuat alat seni yang disebut Tarawangsa, yang lima orang tersebut diatas segera mementaskan seninya dengan berkeliling (ngamen). kesekeliling masyarakat disanan banyak yang menanyakan seni apa ini namanya, dijawab dengan
rayuan bahwa seni ini untuk memuliakan Dewi Sri (padi), lama-kelamaan terdengar oleh Raja Mataram kemudian dipanggil dan harus dipentaskan dan dengan mudah segala yang dibutuhkan disediakan termasuk bibit padi.
Keterampilan membuahkan keuntungan mereka dapat memasukan bibit padi kedalam lubang kecapi dan tarawangsa, selesai pertunjukan minta izin pulang dan diantar oleh petugas kerajaan dengan tidak mengalami hambatan apapun. pulangnya melalui jalur Demak, Kudus, Solo,
Cirebon, sayangnya sesampai di Solo Nyai Sumedang meninggal dunia sampai sekarang makamnya ada di solo. selanjutnya yang empat orang melanjutkan perjalanan, kembali ke Rancakalong
sampai di kampung Rancakalong, dan disambut masyarakat dengan meriah karena keberhasilannya membawa bibit padi dengan selamat. sampai sekarang pun tidak melupakan tradisi penghormatan
terhadap Dewi Sri(padi).

B. Buku Tahun :

Yang disebut buku tahun ialah melaksanakan upacara rasa syukur kepada Allah SWT dan                mementaskan Jentreng/Tarawangsa
untuk menghormati Dewi Sri setelah selesai panen.

C. Upacara Adat:

1. Ngalungsurkeun
2. Netes
3. Nema Paibuan
4. Hiburan ibu-ibu dan hiburan laki-laki
5. Pohaci (icikibung)
6. Nginep
7. Tutup/Doa

D. Pelaksana Upacara:

Penabuhan dua orang,Kecapi dan Tarawangsa.
Pelaku: satu orang laki-laki (saehu) satu orang perempuan (saehu) dan empat orang                             pembantu wanita.

E. lagu-lagu:

1.Saur
2.Pamapag
3.Pangapungan
4.Pangameut
5.Limbangan (badud)
6.Angin-angin
7.Jemplang
8.Sirnagalih
9.Keupat Endang
10.Pengairan
11.Koromong
12.Dengdo
13.Reundeu
14.Bangun
15.Mataraman
16.Degung

F.Kelengkapan:

1.Totopong Hideung
2.Takwa Hideung
3.Samping Perangantakusumah
4.Keris Pusaka
5.Empat selendang putih,merah,hijau,kuning
6.Renda
7.Sisir
8.Kaca
9.Gelang
10.Dua mata uang logam

Sesajen:

  1.Dua bakakak (bakar ayam)
  2.Panggang bakar ikan mas
  3.Puncak Manik
  4.Nasi liwet
  5.Satu pinggan beras putih dan telur ayam mentah
  6.Satu nyiru makanan seperti:
  bubur beureum bodas,kupat dupi tangtang angin,opak,wajit,angleng,kolontong,bubuahan rupa-rupa,
  rurujakan: rujak cau,kalapa,asem,cuing,cikopi,hanjuang,hihid,satubaki rupa-rupa kembang,
  minyak kalapa,menyan,satu pinggan air dan satu pinggan besar pakai tektek untuk netes dan pohaci.
  Semuanya disimpan di atas kain putih.kekurangannya dapat ditambahkan.


PENJELASAN

Seni tradisional jentreng:kegiatan seni budaya milik masyarakat Rancakalong yang tidak ada di daerah lain. Adat tradisional Ngalaksa:
Kegiatan budaya masyarakat yang ritual sama tidak ada di daerah lain. Caranya pembuatan laksa berupa makanan yang bahannya dari tepung beras,melalui beberapa tahap,tahap pertama pemberitahuan(bewara),tahap kedua pengumpulan bahan
berupa padi,tahap ketiga pembagian bahan seperti: kesatu untuk bahan laksa, kedua untuk makan, ketiga untuk belanja dan keempat cadangan. Tahap keempat penumbukan secara kasar,tahap kelima mencuci beras,tahap keenam menyimpan beras
hasil di cuci dipajemuhan selama tiga hari tiga malam,bila telah jadi baru di tumbuk lagi dijadikan tepung,selanjutnya diolah sampai jadi laksa.Setelah jadi laksa dibagikan oleh rurukan kesemua yang hadir dan yang ikut andil bahan,
selesai langsung diadakan penutupan.

BUKU TAHUN : Menggambarkan kegembiraan masyarakat petani dan rangka syukuran kepada allah SWT beserta hiburan Seni Jentreng, pada waktu selesai panen (Rumpak Jarami Ampih Pare).
MAPAG IBU  : Menjemput padi bila telah selesai pemeliharaan, penjemuran untuk disimpan kedalam gudang (leuit), acaranya dalam penjemputan dengan iringan masyarkat yang di undang, Rengkong dan Dogdog,Beluk,Sampiran,Umbul-umbul dan sebagainya.
Dirumah disediakan rombongan Seni Tarawangsa (Jentreng).
Jaman dahulu padi yang ditanam kebanyakan padi Ranggeuyan,sedangkan padi Segon tidak banyak.
Pengolahan padi Ranggeuyan dibuat sebagai berikut:
Eundanan, Dugel dua, Dugel tiga, Dugel empat, Dugel lima, Dugel enam, Dugel tujuh, Dugel delapan,
Dugel sembilan. Hal ini melambangkan kita sebagai umat islam harus melaksanakan perintah Allah SWT yaitu Sholat yang lima waktu.Seni budaya ini dapat dipentaskan pada waktu selamatan:buku tahun, khitanan, perkawinan,
selamatan rumah dan selamatan kampung.

SEJARAH GUNUNG KUNCI

3


       Banyak orang menetahui bahwa sumedang sebernya mempunyai potensi wisata alam yang menarik dan bagus untuk dikunjungi, selain tempatnya yang indah juga ada beberapa peninggalan sejarah dari jaman penjajahan belanda. Mungkin sumedang hanya terkenal dengan tahunya tapi Sumedang juga memilki banyak tempat wisata dan banyak tempat bersejarah diantaranya dalah Gunung Kunci.
Gunung Kunci adalah sebuah tempat yang berlokasi di jln. Pangeran Sugih (Komplek Gn. Kunci) Sumedang, Jawa Barat. Gunung adalah tempat bersejarah di Sumedang akan tetapi Gunung Kunci sekarang merupakan objek wisata Sumedang. Di Gn. Kunci terdapat Ampi Theatre (Panggung Hiburan terbuka), Bangunan Pujasera, Tempat Istirahat, Arena Bermain, Goa Belanda, Arena Outbond, Joging Track, Menara Pengawas, Mushala dan Toilet.
            Tempat ini dinamakan Gunung Kunci karena pangker tempat pertahanan (menurut Belanda) kunci pertahanan Belanda terbesar. Didirikan pada tahun 1914 – 1917 oleh Jendral dari Belanda. Di Gn.Kunci terdapat benda bersejarah yaitu Benteng Pertahanan (Bangker), tempat ini dikelola oleh 2 lembaga yaitu Dinas Kehutanan/UPTD unit pelaksana dinas,BPCB (Khusus Gua) balai pelestarian cagar budaya. Kawasan ini semula merupakan kawasan hutan produksi terbatas pada kelompok hutan karena memiliki keindahan alam nilai historis peninggalan Belanda dan luasan yang cukup untuk pembangunan koleksi tumbuhan. Dan atau satwa maka dirubah fungsinya menjadi taman hutan raya dengan surat keputusan menteri kehutanan No: SK.297/Menkut-II/2004 tanggal 10 Agustus 2004. Kota kawasan gunung kunci kurang lebih 35,81 Ha yang terdiri dari Gunung Palasari seluas 32,01 dan Gunung Kunci seluas 3,80 Ha. Dengan elevasi berkisar antara kurang lebih 485-665 Mdpl secara administrasi kawasan Gn.Kunci termasuk wilayah kelurahan kotakulon Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang. Terletak pada posisi antara 6o55’ – 7o25’ LS dan 107o45’ – 108o11’ BT. Dan lokasinya dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten Sumedang.
Pada tahun 1917 dibangun gua dan banteng pertahanan di daerah Sumedang di 4 lokasi perbukitan yang mengelilingi kota Sumedang, yaitu di Gunung Kunci, gunung Palasari/ Pasir Bilik dan gunung Gadung. Gua dan benteng pertahanan yang sekarang keadaannya masih utuh adalah di gunung Kunci yang terkenal dengan nama Pandjoeman dan di Gunung Palasari, kemungkinan karena sejak tahun 1934 gua dan benteng tersebut kelestariannya dapat terjaga oleh petugas Perum Perhutani KPH Sumedang.
Perlawanan rakyat Sumedang terhadap bangsa kulit putih sudah diawali sejak tahun 1800an ketika kedatangan Gubernur Jenderal Daendels mengontrol pembuatan jalan Pos Anyer-Panarukan yang melewati daerah Sumedang, antara tahun 1810-1811.
Pekerjaan secara rodi yang berat didaerah Sumedang telah meminta banyak korban jiwa. Konon pada saat Daendels mengajak bersalaman disambut oleh Pangeran Kusumadinata IX (dikenal dengan nama Pangeran Kornel) dengan tangan kiri, sementara tangan kanan Pangeran memegang keris. Sang Gubernur yang dikenal sangat galak dan karenanya di juluki sebagai Mas Galak terkejut dan menjadi lemah menghadapi sang Pangeran.
Peristiwa heroik tersebut diabadikan pada nama jalan cadas tersebut dengan nama Cadas Pangeran. Tahun pembuatannya diabadikan dalam prasasti batu marmer berhuruf jawa/sunda terletak pada satu dinding cadas di Cadas Pangeran, lukisan relief peristiwa tersebut kini terlukis pada pintu gerbang masuk wana wisata Gunung Kunci. Gua dan benteng pertahanan Belanda digunung Kunci memiliki keunikan baik bentuk maupun dibagian puncak bukit tersembul tembok benteng yang tegar berbentuk seperti motor boat dengan panjang 70m dan lebar 30m, ditengah benteng tersembunyi bangunan kamar-kamar yang atapnya ditimbun tanah. Dibagian bukit benteng terdapat bangunan bertingkat dua, disini terdapat beberapa tangga yang menurun menuju ke perut bukit. Luas bangunannya 2.600m persegi. Luas bunkernya 450m persegi. Didalam bukit terdapat lorong-lorong gua sepanjang 200m, menghubungkan kamar-kamar dibawah tanah dan antara pintu masuk menuju kebagian benteng. Ada 17 buah gua diperut bukit ini. Karena ada perbedaan tinggi dihubungkan dengan lorong bertangga. Bentuk kamar-kamar pada umumnya persegi panjang melengkung, terdapat pula dua ruangan yang berbentuk bulat seperti menara dengan garis tengah 3meter, ruangan bulat ini letaknya tersembul keluar bukit dilengkapi lubang pengintai (tempat mancong senjata berat). Lantai satu adalah ruang prajurit, lantai dua untuk ruang perwira dan lantai tiga sebagai benteng pertahanan. 
            Area kawasan hutan Gunung Kunci ini merupakan ekosistem pinggiran sungai,aliran sungai Cimanuk Subdas Cipeles, pinus dan mahoni merupakan tanaman yang terbanyak tumbuh di Gunung Kunci. Tempat ini buka pukul 08.00 – 17.00 WIB dengan harga tiket,dewasa/umum Rp.3.000 , anak kecil Rp.2.000 , manca Negara Rp.20.000 , Photografer Rp. 50.000. jika ada yang merusak akan didenda ratusan juta, karena agar jera dengan biaya denda yang mahaldan sudah diatur dalam UUD kehutanan.

Sumber : Penjaga Gunung Kunci dan http://globalbrokergol27.blogspot.co.id/2013/08/asal-muasal-gunung-kunci-sumedang.html

Disusun Oleh kelompok 6 (XII-RPL 1)
-Rizalu Ilman M
-Egi Junaedi
-Cindy Arismaya I
-Novi Sintia D
-Sri Dewi
-Diana 

Kamis, 29 Oktober 2015

Sejarah Gunung Tampomas

1
Kelompok 1 :
  • Yuni Yuniarti
  • Mayang Nurhayati
  • Rizal Adiansyah
  • Nesti Gustiawati
  • M. Rizki Fadya A.




Sejarah Gunung Tampomas

Orientasi :
Sumedang dikenal dengan  daerah yang memiliki keindahan alam dan sejarahnya yang beragam. Tidak heran jika Sumedang dijadikan salah satu tempat untuk mengisi waktu berlibur masyarakat sekitar. Salah satu tempat bersejarah di daerah Sumedang adalah Gunung Tampomas. Gunung yang dulunya dikenal dengan sebutan Gunung Gede ini banyak dijadikan tempat  bertapa, semedi, atau ngelmu, karena kabarnya dulu Prabu Siliwangi juga pernah bertapa di gunung ini.
Gunung Tampomas merupakan gunung berapi yang berada di Kabupaten Sumedang tepatnya sebelah utara kota Sumedang. Taman Wisata Alam Gunung Tampomas masuk Kecamatan Buahdua, Congeang, Sidang kerta dan Cibereum Kabupaten Sumedang Bentuknya yang merupakan kerucut dan berdiri dari lava serta abu vulkanik yang mengeras menjadikan Gunung Tampomas masuk dalam kategori Stratovolcano(sebuah gunung berapi, tinggi kerucut dibangun oleh banyak lapisan (strata) dari lava mengeras, batu apung, dan abu vulkanik). Gunung ini berada di dalam kawasan Taman Wisata Alam Gunung Tampomas yang memiliki luas 1.250 hektare, puncak Gunung Tampomas (penduduk setempat menyebutnya Sangiang Taraje) adalah sebuah lahan luas.



Rekaman Peristiwa I :
    Kerajaan Sumedang Larang adalah kerajaan yang sangat makmur. Raja Sumedang Larang adalah seorang raja yang sakti dan sangat bijaksana. Semua rakyat Sumedang Larang merasa aman dan nyaman hidup di kerajaan itu.
    Memasuki abad ke-18, rasa nyaman rakyat Sumedang kala itu tidak berlangsung lama karena terjadinya gempa di kerajaan tersebut, semua rakyat panik dan berlarian keluar rumah. Ternyata gempa itu disebabkan oleh Gunung Gede yang akan meletus. Raja Sumedang Larang dikenal dengan rasa sayang kepada rakyatnya, beliau lalu beliau lalu bertapa di satu kamar, bersemedi memohon petunjuk dari paradewa. Pada suatu malam, Raja Sumedang Larang bermimpi didatangi seorang kakek yang memakai baju putih dan berambut putih dan berbicara dengan sangat jelas “ Cucuku yang tampan dan gagah,  Eyang sudah tahu bagaimana kebingungan serta kegelisahanmua, Eyang ingin membantu agar rakyat cucuku bias lepas dari ketakutan dan kekhawatirannya. Gunung Gede harus ditumbal oleh keris pusaka kepunyaan Cucuku yang terbuat dari emas. Dan eyang titip, cucu jangan merasa sayang dan menyesal telah menumbalkan keris emas.”

Rekaman Peristiwa II :
    Setelah berkata dalam mimpi tersebut, kakek langsung menghilang dari mimpi Raja Sumedang Larang. Raja Sumedang Larang langsung berangkat menuju ke puncak Gunung Gede, beliau sigap dan terlihat terburu-buru, karena takut Gunung Gede keburu meletus. Setiba dipuncak Gunung Gede, Raja Sumedang Larang  tidak berlama-lama. Keris yang digenggamnya langsung dilemparkannya ke kawah Gunung Gede, rakyat yang dari tadi mengikutinya hanya bisa menyaksikan dan tidak percaya, pasalnya keris tersebut adalah keris kesayangan Raja Sumedang Larang. Ketika keris tersebut sudah berda dalam kawah Gunung Gede, seketika itu juga suara yang tadinya menggelegar angker menakutkan langsung hilang. Bumi yang bergetar seolah gempapun langsung tak terasa lagi getarannya. Seketika rakyat langsung sujud kepada Raja Sumedang Larang sebagai tanda terimakasih dan semua berikrar akan setia kepadanya.

Rekaman Peristiwa III :
    Semenjak saat itui Gunung Gede tersebut di sebut dengan nama Gunung Tampa Emas (menerima Emas) oleh penduduk sekitar, dan seterusnya pengucapannya berubah menjadi “Gunung Tampomas”.

Re-Orientasi :
Begitulah sejarah Gunung Tampomas yang berkembang di masyarakat Sumedang. Kita sebagai rakyat Sumedang sudah sepantasnya menjaga kelestarian budaya Sumedang yang sudah dikembangkan oleh orang-orang terdahulu sebelum kita.


Sumber :
1.    http://www.wewengkonsumedang.com/2013/06/gunung-tampomas-9.html
2.    http://astribukuanak.blogspot.co.id/2014/05/legenda-gunung-tampomas-cerita-rakyat.html
3.    http://ujangkosasih.blogspot.co.id/2015/01/keindahan-gunung-tampomas.html
4.    www.pikiran-rakyat.com750 × 420

Sejarah Singkat Cadas Pangeran

1

           “Cadas Pangeran” adalah suatu tempat yang dibangun rakyat Sumedang atas jajahan Gubernur Jenderal Hindia Belanda yaitu Herman Williem Daendels atau yang dikenal Pangeran Daendels pada tahun 1809. Pemberian nama ini terkait dengan pembangunan Jalan Raya Pos Daenles karena medan yang berbatu cadas. Banyak rakyat Sumedang yang tewas akibat pembuatan jalan tersebut. Hingga membuat Bupati Sumedang, Pangeran Kusumadinata IX atau yang dikenal Pangeran Kornel marah dan memprotes kekejaman Daendels tersebut dalam pembagunan itu.

            Pembangunan jalan Jalur Anyer-Panarukan dibangun mula-mula sebagai jalan raya pos yang menghubungkan Pulau Jawa pada tahun 1809. Proyek jalan itu tak membutuhkan waktu lama, hanya membutuhkan waktu sekitar satu tahun. Keberhasilan Daendels itu tak lepas dari penderitaan ratusan ribu warga Jawa yang disuruh kerja paksa atau rodi tanpa bayaran sepeser pun. Banyak rakyat yang menentang Daendels meski nyawa menjadi taruhan. Namun, tak seluruh rakyat memberontak terhadap kehendak Daendels tersebut. Tak terhitung lagi, ribuan pribumi yang tewas, baik yang melawan maupun meninggal dunia akibat kekejaman kerja rodi itu. Daendels sangat terkenal dengan kekejamannya dan berlaku sangat keras terhadap pekerja-pekerjanya, hal itu sangat disukai  oleh Kaisar Prancis Napoleon yang saat itu menguasai kerajaan Belanda. Tetapi bangsa Indonesia sangat membenci kekejian Daendels tersebut dan memberinya julukan “Mas Galak” atau “Mas Guntur”.

            Dalam proyek jalan ini, ribuan pekerja rodi yang meninggal paling banyak terjadi di kawasan antara Bandung-Sumedang sepanjang kurang lebih 3 km. Di daerah tersebut memang memiliki medan yang berbukit cadas dan rawan longsor. Bila tak hati-hati, banyak pekerja yang mati ketimbun tanah longsor maupun tertimpa batu-batu besar. Banyak pula yang terjatuh ke jurang dan terjebak di jurang selama pembangunan jalan itu. Dan banyak sejumlah binatang buas yang memangsa pekerja rodi pada saat kelelahan dimalam hari.

          Kabar mengenai kekejaman Daendels kepada rakyat Sumedang itu membuat Bupati Sumedang menjadi tergugah dan sangat marah, yaitu Pangeran Kusumahdinata IX atau lebih dikenal dengan sebutan Pangeran Kornel. Dia merasa terpanggil untuk membela rakyatnya dari tindasan Daendels. Pangeran Kornel segera mengutus beberapa orang kepercayaannya untuk melihat keadaan rakyatnya ke lokasi pembuatan jalan yang masih berupa hutan belantara, bercadas keras dengan berbagai binatang buas yang masih berkeliaran itu. Setelah meneliti keadaan di lapangan, orang-orang suruhan Pangeran Kornel mengungkapkan bahwa kondisi para pekerja paksa sangat memprihatinkan. Bahkan, mereka hanya mempergunakan peralatan yang sangat sederhana. Selain kurang peralatan, hambatan lain dalam pembuatan jalan itu adalah perbekalan yang tak mencukupi. Tak heran, buruh rodi banyak terjangkit penyakit, seperti malaria. Gangguan binatang buas dan hawa dingin yang menusuk di malam hari, turut menambah kesengsaraan para pekerja.

           Atas kenyataan itulah, Pangeran Kornel berencana secara terang-terangan melawan Daendels di hadapan para pekerja. Akhirnya, hingga pada suat hari terlihat dari kejauhan Daendels menunggang kuda dengan didampingi oleh pasukannya. Daendels memang secara rutin kerap mengawasi pembuatan jalan di daerah bercadas tersebut. Pangeran Kornel mencegat rombongan Daendels tersebut. Tentu saja Daendels kegirangan melihat kedatangan disambut sendiri Bupati Sumedang tersebut. Tanpa rasa curiga, dia segera mengulurkan tangan kepada Pangeran Kornel. Betapa terkejutnya Daendels, saat Pangeran Kornel menyambut ulurannya dengan tangan kiri. Tak Cuma itu penguasa Sumedang ini juga menghunus keris Naga Sastra di tangan kanannya.

      Pangeran Kornel terus manatap lawannya. Sontak, keangkuhan Daendels luntur seketika. Dia pun terheran-heran dengan perlakuan dari Bupati Sumedang itu. Setelah hilang rasa kagetnya, Daendels bertanya kepada Pangeran Kornel mengenai sikapnya itu. Tanpa perasaan takut, Pangeran Kornel mejawab bahwa pekerjaan yang dibebankan kepada rakyat Sumedang terlalu kejam dan terlalu berat bagi rakyat Sumedang. Hingga akhirnya Pangeran Kornel menantang Daendels duel satu lawan satu. Layaknya seorang ksatria, Pangeran Kornel berkata bahwa dia lebih baik berkorban sendiri ketimbang harus megorbankan rakyat Sumedang yang tak berdosa.

          Mendengar alasan yang tegas dan jelas tersebut, serta sadar akan situasi yang tidak menguntungkan baginya, Daendels pun luluh keberaniannya. Kemudian Daendels berjanji akan mengambil alih pekerjaan pembuatan jalan oleh Pasukan Zeni Belanda. Sedangkan rakyat Sumedang diperkenankan hanya membantu saja.

        Ternyata itu hanyalah akal-akalan Daendels. Buktinya, beberapa hari kemudian, dia membawa ribuan pasukan Kompeni dan hendak menumpas perlawanan Pangeran Kornel. Pertempuran pun berkecamuk disana. Rakyat Sumedang serta merta angkat senjata membantu junjunan mereka. Lantaran kekuatan yang tak seimbang, akhirnya tentara penjajah berhasil memadamkan pemberontakan Pangera Kornel dengan memakan korban yang tak sedikit. Sedangkan Pangeran Kornel yang gagah berani itu gugur diujung bedil pasukan Belanda. Semenjak itulah, jalan yang melintasi medan berbukit itu di namakan Cadas Pangeran.



Penulis Kelompok 1

1.     Intan
2.     Shinta Devi A. Yuhana
3.     Amalia Dewi
4.     Yuni Wildani
5.   Hamdan Nurachid
6.   Sandi GR

Asal Usul Cadas Pangeran

2


Asal Usul Cadas Pangeran

       Cadas Pangeran yaitu nama sebuah tempat yang dilalui jalan raya Bandung-Cirebon. Disanalah terdapat patung pangeran kornel yang sedang bersalaman menggunakan tangan kiri dengan deandels,sedangkan tangan kanannya memegang senjata.
       Kisah diawali dengan wafatnya bupati Sumedang yaitu bupati Surya Negara,anaknya yang bernama Raden Jamu yang pada saat itu masih berumur 20 tahun,sehingga belum dapat diangkat menjadi bupati untuk menggantikan ayahnya karena tidak memenuhi syarat. Akhirnya setelah melalui mufakat dipilihlah Demang Tanubaya sebagai Bupati yang baru,tak lama ia digantikan oleh Demang Patrakusumah. Raden Jamu melarikan diri saat akan dinikahkan dengan Raden Ayu Candranegara menuju Limbangan. Dari limbangan, Raden Jamu menuju Cianjur disana Raden Jamu di angkat menjadi Wedana di Cikalong. Melihat keadaan Sumedang yang semrawut Bupati Cianjur mengirimkan surat untuk Gubernur di Batavia. Akhirnya Bupati Sumedang yang pada saat itu adalah Tanubaya II di gantikan oleh Raden Jamu dengan gelar Adipati Suryanegara atau Pangeran Kusumahdinata sebagai adipati Sumedang yang ke-12.
       Dibawah pimpinan Pangeran Kusumahdinata Sumedang mencapai kemakmurannya. Namun pada saat itu pemerintah Belanda mengutus Herman Willem Daendels sebagai gubernur Jendral dihindia Belanda. Daendelslah yang memerintahkan untuk membangun jalan sepanjang 100km dari Anyer-Panarukan. Pembuatan jalan ini dimulai dari Anyer terus ke Serang, ke Tanggerang, ke Jakarta, Bogor, Bandung dan sampailah diSumedang.
Ribuan pekerja rodi yang meninggal paling banyak didaerah Bandung-Sumedang. Didaerah tersebut memang memiliki medan yang berbukit cadas dan rawan longsor. Bila tidak hati-hati,banyak pekerja yang meninggal karena tertimbun tanah longsor maupun tertimpa bebatuan besar. Banyak pula yang terjerembab kejurang selama pembangunan jalan itu.
       Atas kenyataan itulah,Pangeran kornel berencana secara terang-terangan melawan Daendels. Pangeran Daendels pergi ketempat pembuat jalan itu,kemudian ia bertemu dengan Daendels.Daendels bertanya kepada pangeran kornel mengenai sikapnya itu. Tanpa perasaan takut,Pangeran Kornel menjawab bahwa pekerjaan yang dibebenkan kepada rakyat Sumedang terlalu berat. Setelah mengucapkan alasannya, Pangeran Kornel menantang Daendels. Ia berkata bahwa  bupati Sumedang yang bernama Kusumahdinata lebih baik berkorban sendiri ketimbang harus mengorbankan rakyat Sumedang yang samasekali tak berdosa.Mendengar alas an yang tegas dan jelas tersebut, Daendels pun berjanji akan mengabil alih pekerjaan pembuatan jalan oleh pasukan Belanda,sedangkan rakyat Sumedang diperkenankan hanya untuk membantu saja. Namun semua itu  ternyata bohong. Pertempuranpun berkecamuk disana. Rakyat Sumedang serta merta angkat senjata,membantu jungjunan mereka. Lantaran kekuatan yang tidak seimbang,akhirnya tentara penjajah berhasil memadamkan pemberontakan Pangeran Kornel dengan memakan korban yang banyak.Sedangkan Pangeran Kornel yang gagah berani itu gugur diujung bedil pasukan Belanda.
       Untuk mengenang keberanian pangeran kornel yang rela gugur dalam memperjuangkan atau membela kepentingan rakyat Sumedang yang sangat dicintainya, maka jalan yang melintasi bukit bercadas itu dinamakan CADAS PANGERAN.




Sumber :
(BERBAGAI SUMBER DAN TRADISI SEJARAH LISAN MASYARAKAT)


Disusun oleh Kelompok VI :

  • Cepi
  • De Nurul
  • Hilmi.A
  • Iyus.Y
  • Nurhaeti
  • Siti N

Sejarah Lingga

8
Ø   
Sejarah Lingga


Monumen Ligga merupakan tugu peringatan yang diperuntukan untuk mengenang jasa-jasa Bupati Sumedang P.A. Suriatmaja yang meninggal sewaktu menjalankan ibadah haji dan dimakamkan di Mekkah. Oleh karena meninggal di Mekkah, beliau juga disebut Pangeran Mekkah. Jasa-jasa beliau bagi Sumedang antara lain di bidang keagamaan, pendidikan, dan sosial. 
Monumen Lingga merupakan bangunan permanen mempunyai dasar berbentuk bujur sangkar dengan panjang masing-masing sisi sekitar 10 m yang dilengkapi dengan sejumlah anak tangga untuk naik serta berpagar. Bagian atas dari dasar berupa bangunan berbentuk segi empat berteras, diikuti bangunan setengah lingkaran, kemudian diikuti bangunan segi empat, dan pada bagian puncak terdapat bangunan berbentuk bulat. Pada bagian segi empat yang di bawah bulatan ini terdapat inskrispi pada keempat sisinya.   Pada sisi barat terdapat inskripsi berhuruf cacarakan (huruf Jawa), pada sisi utara terdapat inskripsi berhuruf Latin berbahasa Melayu, sisi timur terdapat inskripsi berhuruf cacarakan, dan pada sisi selatan terdapat inskripsi berhuruf latin berbahasa Sunda.
Monumen yang berada tepat di tengah alun-alun kota Sumedang dibangun sebagai bentuk penghargaan atas jasa-jasa Bupati Sumedang kala itu, yakni Pangeran Aria Suria Atmadja. Karena beliau dianggap sangat berjasa dalam mengembangkan kota Sumedang di berbagai bidang, seperti pertanian, perikanan, kehutanan, peternakan, kesehatan, pendidikan dan banyak bidang lainnya. Beliau memerintah di kota Sumedang dari tahun 1883 sampai 1919. Beliau wafat di Mekah ketika sedang melaksanakan ibadah haji pada 1 Juni 1921.
Monumen Lingga sendiri dibangun oleh Pangeran Siching dari Belanda pada tahun 1922 yang kemudian diresmikan oleh Gubernur Jenderal Hindia Belanda saat itu Mr. Dirk Fock, yaitu pada 22 Juli 1922. Pada saat peresmian monumen ini ikut hadir bupati Sumedang yang menggantikan Pangeran Aria Suria Atmadja, yakni Tumenggung Kusumadilaga dan beberapa pejabat Hindia Belanda dan tentunya orang-orang pribumi.
Monumen yang menjadi landmark Kota Sumedang ini merupakan bangunan permanen. Bagian dasar bangunan ini berbentuk bujur sangkar dan dilengkapi dengan sejumlah anak tangga serta pagar disetiap sisinya. Sedangkan bangunan utamanya berupa kubus yang sedikit melengkung disetiap sudut bagian atasnya. Pada bagian ini terdapat sebuah pintu yang dulu digunakan untuk memasukan barang, karena pada zaman dulu monumen ini digunakan sebagai tempat penyimpanan barang-barang peninggalan bupati terdahulu.
Namun, sekarang semua barang yang tadinya disimpan di dalam monumen ini sudah dipindahkan ke Museum Prabu Geusan Ulun. Sedangkan dibagian paling atas monumen ini terdapat bangunan setengah lingkaran yang mirip dengan kubah masjid. Menurut beberapa sumber, ternyata kubah ini merupakan tempat pengambilan barang-barang dari dalam Monumen Lingga, karena sebenarnya kubah ini memiliki kunci dan bisa dibuka.
Monumen Lingga merupakan bangunan unik yang dibangun pada zamannya, karena pada saat itu seorang penguasa lebih sering membangun Tugu atau Prasasti untuk mengenang suatu hal,dan hingga pada sekarang monumen ini dijadikan sebagai lambang resmi Kabupaten Sumedang.



Kelompok 3
Ø  Adi Nugraha
Ø  Deni Hardiansyah
Ø  Ines Fauziah
Ø  Ridwan Nugraha
Ø  Rosy Ismayanti
Ø  Vivi Rahma Agus


Selasa, 27 Oktober 2015

Sejarah Taman Endog

13
SEJARAH TAMAN ENDOG
               
                Taman Endog (Taman Telur dalam bahasa indonesia) merupakan salah satu tempat yang dijadikan ruang terbuka hijau (RTH). Taman Endog berada di tengah-tengah kota Sumedang. Dinamakan Taman Endog karena di tengah taman terdapat bangunan tugu berbentuk telur raksasa. Dibawahnya terdapat dua buah tangan sebagai penyangganya.
            Taman Endog dibangun sekitar tahun 1990 oleh Pemerintah Kabupaten Sumedang. Monumen Taman Endog berada dipertigaan jalan yang menuju kearah Kabuyutan Cipaku Darmaraja Sumedang.
Dibangunya Monumen Telur berasal wawacan Endog Sapatalang.Wawacan Endog Sapatalang berisi tentang zaman penciptaan. Zaman penciptaan tertulis dalam buku Cipaku wawacan Endog Sapatalong (yang berarti Cerita Telur Satu Rangkayan), menurut Ki Wangsa buku itu menjelaskan tentang proses penciptaan alam Semesta, mulai dari Tuhan menciptakan dunia dari cahaya, membentuk asap tebal menggumpal sampai mengeras menjadi dunia. Kemudian dunia ibarat Telur yang pecah sebagian menjadi langit dan sebagian menjadi bumi, air nya disebut alam tirta, merahnya disebut alam Marcapada(yaitu alam dunia yang tampak), putih telurnya ibarat alam Mayapada (yaitu alam jin dan sejenisnya) selaput tipis pembungkus putih telur disebut alam wa’dah ghaib dan selaput paling tipis menempel ke kulit telur ibarat alam surya laya (atau alam Rahyang), dewa-dewi (alam malaikat versi islam), sedangkan telurnya ibarat alam hakekat yang tidak bisa diukur oleh akal pikiran manusia. Tuhan yang maha kuasa menciptakan alam semesta dari cahaya kemudian menjadi matahari, bulan, bintang, planet, galaxy dan dan yang lainnya. Setelah menciptakan alam semesta lalu menciptakan tumbuhan, hewan, dan manusia.proses penciptaan alam semesta ini menurut wawacan Endog sapatalang dilakukan dalam waktu 15 hari 15 malam.
            Dibangunnya taman Endog sebagai symbol atau tempat yang menjelaskan tentang wawacan Endog sapatalang yang didalamnya berisi tentang proses penciptaan alam semesta oleh Tuhan yang diibaratkan seperti Telur. Tahun 2009 Taman Endog melakukan renovasi dikarenakan kondisi fisik tugunya yang mulai rusak. Renovasi tersebut kira-kira menghabiskan biaya APBD sekitar Rp.50.000.000.-



KELOMPOK 4
1) Akbar Fadillah
2) Eka Lukman
3) Gita A
4) M.Luthfi.K
5) Risa N
6) Tika A



SEJARAH GUNUNG TAMPOMAS

0




Tampomas adalah sebuah gunung berapi yang terletak di Jawa Barat, tepatnya sebelah utara kota Sumedang (6,77°LS 107,95°BT). Stratovolcano dengan ketinggian 1684 meter diatas permukaan laut ini juga memiliki sumber air panas yang keluar di daerah sekitar kaki gunung. Gunung Tampomas termasuk dalam area Taman Wisata Alam Gunung Tampomas.
Gunung tersebut merupakan gunung yang paling tinggi di bumi Sumedang, menyimpan mitos yang belum terungkap. Kisah yang telah diwariskan secara turun temurun menuturkan Gunung tersebut ratusan tahun dipandang sebagai tempat kekuatan gaib. Orang pertama yang menginjakan kaki di gunung tersebut adalah Prabu Sokawayana (putra Prabu Guru Haji Adji Putih) yang kedua, atau adik kandung Prabu Tadjimalela. Beliau mengadakan perjalanan keliling ke daratan tinggi tersebut atas perintah ayahnya agar memperluas wilayah pemukiman di sekitar kaki gunung tersebut. Kemudian mendirikan Medang Kahiyangan artinya tempat ngahiyang atau tilem. Dalam perkembangannya tempat tersebut disucikan menjadi tempat keramat yang memiliki kekuatan gaib. Bagi seseorang yang menyempurnakan ilmu disitu akan mampu ngahiyang atau hilang tanpa bekas.
Memasuki abad ke-18, Gunung Gede yang ada di Sumedang mengeluarkan suara yang menyeramkan. Suaranya bergemuruh, dari puncaknya keluar asap bercampur debu yang menyala-nyala, dan sepertinya gunung ini akan meletus. Rakyat Sumedang ketika itu sangat-sangat kaget dan ketakutan melihatnya.
Pada waktu itu Bupati yang menjabat sangat sayang dan welas asih kepada rakyatnya. Didorong oleh rasa sayang kepada rakyatnya, beliau lalu menyepi atau bersemedi memohon petunjuk dari paradewa.
Dengan kesungguhannya berdoa, beliau bermimpi didatangi kakek-kakek yang memakai pakaian serba putih dan memberikan petunjuk agar Bupati bersedia menyerahkan keris pusakanya yang terbuat dari emas ditumbalkan ke Gunung Gede, agar rakyat bisa lepas dari ketakutan dan kekhawtiran.
Setelah itu Bupati bergegas berangkat ke puncak Gunung Gede, setibanya di puncak Gunung Gede, Bupati melemparkan keris pusakanya ke kawah Gunung Gede. Seketika itu juga suara yang menggelegar dan gempa pun langsung berhenti. Dan rakyat langsung bersorak bersuka cita dan langsung sujud kepada Bupati sebagai tanda terima kasih.
Pada saat itu, Gunung Gede tersebut disebut dengan Gunung Tampa Emas (Menerima Emas) oleh peduduk sekitar, dan seterusnya pengucapannya berubah jadi “Gunung Tampomas”.
Gunung Tampomas dihuni oleh berbagai jenis fauna seperti trenggiling, owa yang mukanya berwarna hitam, lutung dan monyet biasa. Ada juga Harimau Lodaya, Harimau Kumbang, Harimau Tutul, Meong Congkok, Landak, berbagai jenis ular dan kaljengking.Adapun flora yang ikut menghuni gunung ini seperti Jamuju, Rasamala, dan Saninten.
Gunung Tampomas yang berdiri gagah dan indah yang terlihat di sekitaran kota Sumedang ini memang tidak setenar gunung-gunung lainnya di Indonesia khususnya di pulau Jawa, tetapi Gunung Tampomas mampu menghadirkan pesona alam yang indah dan memberikan kepuassan bagi para pendaki yang berpetualang di alam bebasnya, dan Gunung Tampomas juga melahirkan sejumlah cerita-cerita yang sarat akan sejarah. Diantaranya adanya peninggalan Tapak (bekas) kaki Prabu Siliwangi Raja Pajajaran yang terkenal akan kegagahan dan kesaktiannya, dan juga makam Ranggahadi dan Istrinya yang menurut cerita rakyat mereka itu merupakan kerabat dari Prabu Siliwangi. Dan di kawasan Gunung Tampomas di temukan juga Situs peninggalan sejarah masa lalu, diantaranya seperti Batu bergambar, Pecahan Arca, Pagar Batu, Piramida Kecil, dan Patung Ganesha. Situs Purbakala tersebut di temukan di timur lereng Gunung Tampomas di sekitaran Ciputrawangi, Leuweung Candi, Puncak Narimbang, Batu Lawang, Sawah Kalapa, Puncak Manik dan Blok Cibenteng. Batu Kasur yang konon merupakan tempat tidurnya Prabu Siliwangi dan Batu Padaringan yang konon di pakai tempat persembahan atau tempat musyawarah, ini membuktikan bahwa kawasan Gunung Tampomas kaya akan keindahan alam, cagar budaya serta sejarah dari keraja'an Pajajaran di masa ke-emassan-nya pada masa lalu di tataran sunda.


Sumber : http://ujangkosasih.blogspot.co.id/2015/01/keindahan-gunung-tampomas.html 

Penyusun :


1.      Adi Suryana

2.      Eva Silfia

3.      Hidayat Yuniardi
4.      Regista Fernanda
5.      Ridwan Syahrizal
6.      Tika Yustikawati
  (
Kelompok 3, XII 4 - SMK Informatika Sumedang)


 

Copyright © 2015 Dedi Irawan. Designed by Templateism