Indonesia
merdeka tidak begitu saja, akan tetapi melalui proses yang membutuhkan
keberanian dari para pahlawan untuk mewujudkannya dalam proklamasi
kemerdekaan.
Pada
tanggal 6 Agustus 1945 sebuah bom atom dijatuhkan di atas kota
Hiroshima Jepang oleh Amerika Serikat yang mulai menurunkan moral
semangat tentara Jepang di seluruh dunia.
Pada
tanggal 9 Agustus 1945, bom atom kedua dijatuhkan di atas Nagasaki
sehingga menyebabkan Jepang menyerah kepada Amerika Serikat dan
sekutunya. Momen ini pun dimanfaatkan oleh Indonesia untuk
memproklamasikan kemerdekaannya.
Soekarno,
Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diterbangkan ke Dalat, 250 km di
sebelah timur laut Saigon, Vietnam untuk bertemu Marsekal Terauchi.
Mereka dikabarkan bahwa pasukan Jepang sedang di ambang kekalahan dan
akan memberikan kemerdekaan kepada Indonesia.
Pada
tanggal 10 Agustus 1945, Sutan Syahrir telah mendengar berita lewat
radio bahwa Jepang telah menyerah kepada Sekutu. Para pejuang bawah
tanah bersiap-siap memproklamasikan kemerdekaan RI, dan menolak bentuk
kemerdekaan yang diberikan sebagai hadiah Jepang.
Pada
tanggal 12 Agustus 1945, Jepang melalui Marsekal Terauchi di Dalat,
Vietnam, mengatakan kepada Soekarno, Hatta dan Radjiman bahwa pemerintah
Jepang akan segera memberikan kemerdekaan kepada Indonesia dan
proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan dalam beberapa hari,
tergantung cara kerja PPKI. Meskipun demikian Jepang menginginkan
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 24 Agustus.
Dua
hari kemudian, saat Soekarno, Hatta dan Radjiman kembali ke tanah air
dari Dalat, Sutan Syahrir mendesak agar Soekarno segera memproklamasikan
kemerdekaan karena menganggap hasil pertemuan di Dalat sebagai tipu
muslihat Jepang, Soekarno belum yakin bahwa Jepang memang telah
menyerah, dan proklamasi kemerdekaan RI saat itu dapat menimbulkan
pertumpahan darah yang besar, dan dapat berakibat sangat fatal jika para
pejuang Indonesia belum siap.
Pada
tanggal 14 Agustus 1945 Jepang menyerah kepada Sekutu. Tentara dan
Angkatan Laut Jepang masih berkuasa di Indonesia karena Jepang telah
berjanji akan mengembalikan kekuasaan di Indonesia ke tangan Sekutu.
Setelah mendengar desas-desus Jepang bakal bertekuk lutut, golongan muda
mendesak golongan tua untuk segera memproklamasikan kemerdekaan
Indonesia. Namun golongan tua tidak ingin terburu-buru. Mereka tidak
menginginkan terjadinya pertumpahan darah pada saat proklamasi.
Konsultasi pun dilakukan dalam bentuk rapat PPKI. Golongan muda tidak
menyetujui rapat itu, mengingat PPKI adalah sebuah badan yang dibentuk
oleh Jepang. Mereka menginginkan kemerdekaan atas usaha bangsa kita
sendiri, bukan pemberian Jepang.
Soekarno
dan Hatta bersama Soebardjo kemudian ke kantor Bukanfu, Laksamana
Maeda, di Jalan Imam Bonjol no.1. Maeda menyambut kedatangan mereka
dengan ucapan selamat atas keberhasilan mereka di Dalat. Sambil menjawab
ia belum menerima konfirmasi serta masih menunggu instruksi dari Tokyo.
Keesokan harinya Soekarno dan Hatta segera mempersiapkan pertemuan
Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada pukul 10 pagi 16
Agustus guna membicarakan segala sesuatu yang berhubungan dengan
persiapan Proklamasi Kemerdekaan.
Sehari
kemudian, gejolak tekanan yang menghendaki pengambilalihan kekuasaan
oleh Indonesia makin memuncak dilancarkan para pemuda dari beberapa
golongan. Rapat PPKI pada 16 Agustus pukul 10 pagi tidak dilaksanakan
karena Soekarno dan Hatta tidak muncul. Peserta rapat tidak tahu telah
terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Pada
dini hari tanggal 16 Agustus 1945, Para pemuda pejuang termasuk Chaerul
saleh, Sukarni, Wikana, Shodanco Singgih dan pemuda lainnya membawa
soekarno, beserta fatmawati dan Guntur yang baru berusia 9 bulan dan
hatta ke rengasdengklok yang kemudian dikenal dengan peristiwa
rengasdengklok.
Tujuannya
adalah agar Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta tidak terpengaruh oleh
jepang. Di sini, mereka kembali meyakinkan Soekarno bahwa Jepang telah
menyerah dan para pejuang telah siap untuk melawan Jepang, apa pun
risikonya.
Di
Jakarta, golongan muda, Wikana, dan golongan tua, yaitu Mr. Ahmad
Soebardjo melakukan perundingan. Mr. Ahmad Soebardjo menyetujui untuk
memproklamasikan kemerdekaan Indonesia di Jakarta. maka diutuslah Yusuf
Kunto untuk mengantar Ahmad Soebardjo ke Rengasdengklok. Mereka
menjemput Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta kembali ke Jakarta. Dan Mr.
Ahmad Soebardjo berhasil meyakinkan para pemuda untuk tidak terburu –
buru memproklamasikan kemerdekaan.
Malam
harinya, Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta, Lalu bertemu dengan
Mayor Jenderal Otoshi Nishimura, Kepala Departemen Urusan Umum
pemerintahan militer Jepang. Nishimura mengemukakan bahwa sejak siang
hari tanggal 16 Agustus 1945 telah diterima perintah dari Tokio bahwa
Jepang harus menjaga status quo, tidak dapat memberi ijin untuk
mempersiapkan proklamasi Kemerdekaan Indonesia sebagaimana telah
dijanjikan oleh Marsekal Terauchi di Dalat, Vietnam. Soekarno dan Hatta
menyesali keputusan itu dan menyindir Nishimura apakah itu sikap seorang
perwira yang bersemangat Bushido, ingkar janji agar dikasihani oleh
Sekutu. Setelah dari rumah Nishimura, Sukarno-Hatta menuju rumah
Laksamana Maeda diiringi oleh Myoshi guna melakukan rapat untuk
menyiapkan teks Proklamasi.
Penyusunan
teks Proklamasi dilakukan oleh Soekarno, M. Hatta, Achmad Soebardjo dan
disaksikan oleh Soekarni, B.M. Diah, Sudiro dan Sayuti Melik. Konsep
teks proklamasi ditulis oleh Ir. Soekarno sendiri. Dan Sukarni
mengusulkan agar yang menandatangani teks proklamasi itu adalah Ir.
Soekarno dan Drs. Moh. Hatta atas nama bangsa Indonesia.
Setelah
konsep selesai disepakati, Sajuti menyalin dan mengetik naskah tersebut
menggunakan mesin ketik milik Mayor Dr. Hermann Kandeler (dari kantor
perwakilan AL Jerman). Dan pembacaan proklamasi dilakukan dikediaman
Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur 56 (sekarang Jl. Proklamasi No.1).
Pagi
harinya, 17 Agustus 1945, di kediaman Soekarno, Jalan Pegangsaan Timur
56 telah hadir antara lain Soewirjo, Wilopo, Gafar Pringgodigdo, Tabrani
dan Trimurti. Acara dimulai pada pukul 10:00 dengan pembacaan
proklamasi oleh Soekarno dan disambung pidato singkat tanpa teks.
Kemudian bendera Merah Putih, yang telah dijahit oleh bu Fatmawati,
dikibarkan oleh seorang prajurit PETA yaitu Latief Hendraningrat dibantu
oleh Soehoed dan seorang pemudi membawa nampan berisi bendera Merah
Putih . Setelah bendera berkibar, hadirin menyanyikan lagu Indonesia
Raya.[4]. Sampai saat ini, bendera pusaka tersebut masih disimpan di
Museum Tugu Monumen Nasional.
Pada
tanggal 18 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
mengambil keputusan, mengesahkan dan menetapkan Undang-Undang Dasar
(UUD) sebagai dasar negara Republik Indonesia, yang selanjutnya dikenal
sebagai UUD 45. Dengan demikian terbentuklah Pemerintahan Negara
Kesatuan Indonesia yang berbentuk Republik (NKRI) dengan kedaulatan di
tangan rakyat yang dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat (MPR) yang akan dibentuk kemudian.
Nah, untuk lebih jelas mengenai teks cerita sejarah seperti struktur dan kaidah kebahasaannya silahkan kunjungi http://dedd157.blogspot.co.id
0 komentar:
Posting Komentar