Kamis, 10 Desember 2015

Berita Kilas Sumedang

3

Gerak Jalan di Alun-alun Kota Sumedang
Berita ini merupakan salah satu contoh hasil siswa-siswi SMK Informatika Sumedang dalam pembelajaran Bahasa Indonesia kelas XII.
Dengan pembuatan video berita seperti pembawaan televisi ini menuntut siswa untuk aktif, kreatif terutama menarik dalam belajar...

Senin, 02 November 2015

Sejarah Lingga Sumedang

2




Ketika Anda berkunjung ke Kota Sumedang, tepatnya di Alun-Alun Sumedang maka Anda akan menemukan buah Tugu yang namanya Tugu Lingga. Menurut sejarah, tugu lingga tersebut merupakan sebuah monumen penghargaan yang dipersembahkan kepada Bupati Sumedang yang pertama yakni Pangeran Aria Soeriaatmaja oleh adiknya karena beliau merasa bangga dan sangat menghargai kerja keras serta jasa kakaknya yang telah membangun Kota Sumedang ini seagai seorang Bupati.

Ada yang mengatakan bahwa di dalam tugu lingga tersebut terdapat jalan rahasia menuju Mekkah, namun menurut seorang sejarahwan itu hanya merupakan sebuah petunjuk saja, maksudnya apa, maksud dari sebuah petunjuk disana yaitu bahwa seorang pemimpin yang bijak maka harus menunjukan jalan yang benar serta memberi contoh yang baik terhadap seluruh rakyat yang dipimpinya. Kemudian ada pula yang megatakan bahwa dari lingga tersebut terdapat jalan rahasia menuju Gedung Negara dan itupun hanya merupakan kepercayaan dan pribahasa dari masyarakat setempat saja, karena jaman dahulu  terdapat dua buah kolam besar yang terdapat banyak ikan ajaib yakni ikan kancra  yang mungkin sekarang sejenis dengan ikan mas. Kolam tersebut terdapat di daerah dekat sekitar lingga dan daerah yang saat ini dinamakan Empang. Ketika kolam yang berada di sekitar lingga airnya dikeringkan ikannya ternyata beralih ke kolam yang berada di daerah Empang begitupun sebaliknya dan dikatakan pula bahwa ikan tersebut ikan yang ajaib serta mengisyaratkan bahwa ikan itu hanya boleh dinikmati oleh penglihatan mata saja tidak untuk diambil atau hidangkan sebagai makanan.

Cerita tersebutlah yang membuat masyarakat menyimpulkan bahwa dari Tugu Lingga terdapat jalan rahasia menuju Gedung Negara karena Gedung Negara terletak diantara dua kolam tersebut . Ada cerita yang mengatakan bahwa Tugu Linga yang berbentuk segi empat dengan bentuk teropong ditengahnya itu adalah makam dari Pangeran Aria Soeriaatmaja yang merupakan keturunan dari Raja Sumedang Larang, dan semua benda-benda pusaka milik pangeran Aria Soeriaatmaja juga turut di simpan di dalam Lingga, tetapi menurut sejarahwan di musium Sumedang Pangeran Aria Soeriaatmja wafat di Mekkah saat beliau pergi ke Mekah dan dimakamkan pula di Mekah. Tetapi jika tentang keberadaan benda-benda pusakanya memang benar pada jaman dahulu  disimpan di dalam lingga dengan pintu dari bentuk lingga yang setengah lingkaran di bagian atasnya, namun sekarang katanya benda-benda pusaka tersebut tidak lagi disimpan di dalam Lingga tersebut bahkan sekarang katanya pintu dari Lingga itu telah ditutup secara permanen dan tidak lagi bisa di buka. Jadi lingga ini merupakan monumen penting berupa penghargaan kepada Pangeran Arya Soerya Atmaja sebagai salah satu tokoh yang telah memajukan kota sumedag pada jamannya.


Sumber : Bapak Abdul Syukur (Pemandu Museum Prabu Geusan Ulun)
Penulis,
Kelompok 5
Wida Astuti
Fajar Hari
Alfi Eri S F
 Sendi Alamsyah 
Gita Nurhasanah
Riska Heryani

Sejarah Museum Prabu Geusan Ulun

2
Sejarah Museum Prabu Geusan Ulun Sumedang



Museum Prabu Geusan Ulun adalah museum tempat peninggalan benda-benda bersejarah dan barang – barang pusaka Leluhur Sumedang peninggalan Raja – raja Sumedang Larang yang memerintah pada saat itu. Museum Prabu Geusan Ulun terletak di tengah kota Sumedang, 50 meter dari alun – alun Sumedang ke sebelah selatan, berdampingan dengan Gedung Bengkok atau Gedung Negara dan berhadapan dengan Gedung – gedung Pemerintah.
Awalnya kumpulan benda – benda pusaka peninggalan Raja – raja Sumedang Larang tersebut disimpan di “Yayasan Pangeran Sumedang” (YPS) sejak tahun 1955 sebagai lembaga yang mengurus, memelihara dan mengelola barang wakaf Kanjeng Pangeran Aria Soeria Atmaja (PASA) Bupati Sumedang 1882-1919 untuk melestarikan benda – benda wakaf tersebut. Yayasan Pangeran Sumedang (YPS) merencanakan untuk mendirikan sebuah Museum karena sangat banyak sekali benda- benda peninggalan yang dapat dijadikan untuk tujuan kegiatan museum sebagai upaya pengembangan kegiatan Yayasan yang dapat bermanfaat bagi para warga Sumedang khususnya dan masyarakat Sumedang pada umumnya.
Gagasan tersebut ditanggapi dengan penuh keyakinan oleh keluarga kerajaan, maka direncanakanlah pembuatan museum setelah diadakan persiapan yang matang dan terencana, tepatnya tanggal 11 Nopember 1973 Museum Keluarga berdiri. Museum tersebut diberi nama Museum Yayasan Pangeran Sumedang, dan dikelola langsung oleh Yayasan Pangeran Sumedang. Museum Yayasan Pangeran Sumedang pada mulanya dibuka hanya untuk dilingkungan para Warga keturunan dan seketurunan leluhur Pangeran Sumedang saja. Seiring berjalannya waktu Museum Keluarga ini sangat strategis sekali, karena letak Museum tepat di pusat kota Sumedang, berada dalam satu komplek dengan kantor Pemerintah Daerah (PEMDA) Sumedang dan kantor Bupati Sumedang yang bersebelahan dengan “Gedung Negara” adalah kantor dan tempat tinggal Bupati Sumedang.
Pada tanggal 7-13 Maret 1974 di Sumedang diadakan Seminar Sejarah Jawa Barat yang dihadiri oleh para ahli-ahli sejarah Jawa Barat. Dan salah satu hasil dari seminar sejarah Jawa Barat tersebut dapat diputuskan dan ditetapkan untuk memberi nama Museum YPS, diambil dari nama seorang tokoh yang karismatik yaitu Raja terakhir kerajaan Sumedang Larang yang bernama “Prabu Geusan Ulun” yang memerintah dari tahun 1578-1601. Maka pada tanggal 13 Maret 1974 Museum YPS diberi nama menjadi Museum Prabu Geusan Oeloen, kemudian nama museum diubah menjadi Museum Prabu Geusan Ulun dengan ejaan baru agar generasi baru mudah dalam membacanya.
Gedung yang berada di Museum Prabu Geusan Ulun terdiri dari:

Srimanganti

Didirikan pada tahun 1706, masa pemerintahan Dalem Adipati Tanumaja dari tahun 1706 - 1709. Pendirian gedung tersebut direncanakan oleh Pangeran Panembahan yang memerintah dari tahun 1656 - 1706, yang pernah diserbu oleh laskar-laskar Cilikwidara cs dari pasukan gabungan Banten. Sejak selesai dibangun, maka pemerintahan pindah ke daerah baru yang disebutRegol. Sejak itu Srimanganti dijadikan gedung tempat tinggal dan kantor oleh para bupati tempo dulu. Sedangkan untuk keluarga dibangun Bumi Kaler.

Gedung Bengkok / Gedung Negara

Didirikan pada tahun 1850, masa pemerintahan Pangeran Soeria Koesoemah Adinata (Pangeran Soegih) dari tahun 1836 -1882. Gedung tersebut didirikan di atas tanah dia untuk keperluan upacara-upacara resmi, peristirahatan bagi tamu-tamu dariJakarta jika berkunjung ke Sumedang.
Halaman Gedung Bengkok cukup luas, di depan dibuat taman-taman dan ditanami dengan pelbagai buah-buahan. Di bagian barat didirikan Panggung Gamelan untuk menyimpan gamelan-gamelan kuno. Di bagian belakang sebelah barat, sekarang SMP Negeri 2 Sumedang memajang istal kuda dan tempat menyimpan kereta-kereta, diantaranya Kereta Naga Paksi. Sedangkan di belakang gedung dibuat kolam yang besar disebut Empang, yang kedalamannya setinggi bambu dan berbentuk kerucut.

Empang

Di tepi Empang, dibangun Bale Kambang, tempat istirahat bagi keluarga para Bupati dan Tamu-tamu Agung, sambil memancing ikan dengan dihibur Gamelan Buhun atau Degung. Masa pemerintahan Pangeran Aria Soeria Atmadja dari tahun 1882 - 1919, ikan yang ada di Empang diganti dengan Ikan Kancra, sehingga merupakan peternakan ikan Kancra yang beratnya bisa mencapai 10 atau 15 kilogram. Ikan Kancra tersebut diambil setiap bulan Mulud, untuk keperluan pesta Maulid Nabi Muhammad SAW yang dibagikan kepada fakir miskin dan sebagainya.

Bumi Kaler

Didirikan tahun 1850, masa pemerintahan Pangeran Soeria Koesoemah Adinata (Pangeran Soegih) dari tahun 1836 - 1882. Berhadapan dengan Bumi Kidul, sayangnya pada masa pemerintahan Pangeran Aria Soeria Atmadja (Pangeran Mekkah) Bumi Kidul dibongkar karena lapuk dimakan umur. Bumi Kaler dibuat keseluruhan dari kayu jati, dan di atas tiang bentuknya khas rumah orang Sunda. Dengan ruangan-ruangan dan kamar-kamar yang luas, sedangkan jendela dan pintu-pintunya tinggi-tinggi.

Gedung Yayasan Pangeran Sumedang

Didirikan tahun 1955, Yayasan Pangeran Sumedang yang mengelola seluruh wakaf Pangeran Aria Soeria Atmadja dan Museum Prabu Geusan Ulun juga makam-makam seperti :
·        Makam Gunung Puyuh
·        Makam Gunung Ciung Pasaran Gede
·        Makam Gunung Lingga
·        Makam Dayeuh Luhur
·        Makam Manangga
·        Makam Panday
·        Makam Sunan Pada - Karedok
·        Makam Nyai Mas Gedeng Waru - Cigobang
·        Makam Prabu Gajah Agung - Cicanting, Kampung Sukamenak, Kecamatan Darmaraja
·        Makam Prabu Lembu Agung - Cipaku, Kecamatan Darmaraja

Gedung Gendeng

Didirikan tahun 1850 dan dipugar tahun 1950. Gedung tersebut aslinya dibuat dari :
·      Lantai merah
·      Dinding bilik
·      Tiang kayu jati
·      Atap genting
Tempat menyimpan barang-barang pusaka, senjata-senjata dan gamelan kuno.

Gedung Gamelan

Didirikan tahun 1973 oleh Pemerintah Daerah Sumedang atas sumbangan dari Gubernur Daerah Khusus Ibukota Jakarta, Bapak H. Ali Sadikin. Gedung tersebut diperuntukkan tempat menyimpan gamelan-gamelan dan tempat berlatih tari-tarian.

Lumbung Padi

Semula Lumbung Padi terletak di luar benteng di tepi Empang, demi keamanan kemudian dipindahkan ke dalam komplek di dalam benteng. Lumbung tersebut dipergunakan tempat menyimpan padi hasil dari sawah-sawah wakaf Pangeran Aria Soeria Atmadja Padi tersebut dipergunakan untuk menyumbang wargi-wargi yang tidak mampu, sampai sekarang tercatat sejumlah 180 keluarga yang disumbang, besarnya hampir 12 ton per bulan. Dan keperluan pemeliharaan pusaka-pusaka, wakaf dan pelestarian seluruh wakaf Pangeran Aria Soeria Atmadja.
Pada tahun 1980, Pemerintah melalui Dinas Jawatan Permuseuman dan Kepurbakalaan Kebudayaan Jawa Barat, mengulurkan tangan dan memugar Gedung Srimanganti dan Bumi Kaler.
Pada hari Rabu tanggal 21 April 1982, Direktur Jenderal Kebudayaan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. DR. Haryati Soebadio, meresmikan dan menyerahkan kedua bangunan yang selesai dipugar kepada Yayasan Pangeran Sumedang dan bernaung di bawah Momenten Ordonnatie Nomor 19 Tahun 1931 (Staatsblad Tahun 1931 Nomor 238).
Sumber :
Bapak Abdusukur


https://id.wikipedia.org/wiki/Museum_Prabu_Geusan_Ulun

Penulis :

Kelompok 6-         Siti Fathimah Nurul Hasanah
-         Listika Yeti Yulia
-         Ayu Juliana
-         M. Mahran
-         Deni

Jumat, 30 Oktober 2015

SEJARAH SENI TRADISIONAL TARAWANGSA

3

Kelompok 2 XII-RPL-(II)

1 Ahmad yusup Saepudin
2 Hilman Setiawan
3 Mulyani
4 Silvy Lestiawati
5 Tadjudin


SENI TRADISIONAL TARAWANGSA 




http://tulisansiswaku.blogspot.co.id/

A. Asal Mulanya :

Daerah Rancakalong merupakan daerah yang jauh dari Kota Kabupaten, kira-kira 15 kilometer, dari Kabupaten Sumedang.
Tetapi dalam bidang Seni Jentreng (Tarawangsa) banyak yang ingin tahu terutama dewasa ini seperti mahasiswa jurusan Seni Tari, Karawitan, Siswa SMU, SMP juga SD.
karena berhubungan dengan muatan lokal. seniman-seniman luar negeri pun banyak bahkan lebih cermat dalam mengamati, kesenian Tarawangsa
dalam kegiatan Ngalaksa, Mubur Suro, Mapag Ibu dan sebagainya.
Dalam hal ini kami akan memaparkan secara singkat menurut cerita para tokoh-tokoh terdahulu yang cukup makan garam dalam sejarah ini,
sebagai berikut : Daerah Rancakalong semasa pemerintahan Kerajaan Mataram kira-kira abad 15 atau 16 pernah ditimpa malapetaka kehilangan bibit padi atau Dewi Sri, pada waktu itu padi banyak yang tidak jadi bahkan yang jadi pun berbuah tapi tidak berisi (hapa), kejadian
ini menurut tutur kata para tokoh masyarakat bahwa masyarakat tani sudah merupakan pada tata tertib memuliakan padi (Dewi Sri).masyarakat gelisah dan panik menghadapi hal ini bagaimana kelanjutannya dari mana dan dimana ada bibit padi, para pemuka masyarakat
seperti Embah Wisanagara, Embah Jatikusuma, Embah Raksagama, Embah Wirasuta, mendengar dan melihat banyak masyarakat kelaparan, yang meninggal duniapun banyak, oleh karena itu Embah Jatikusuma segera mengadakan musyawarah untuk menentukan keberangkatan mencari bibit padi
karena mendengar kabar ada di kerajaan Mataram.
  pada waktu keberangkatan disertai utusan dari Sumedang yaitu Nyai Sumedang entah berapa lamanya sampailah ketempat tujuan.Sampai disana mendapat kendala yang sangat sulit dipecahkan, sebab bibit padi dijaga dengan ketat tidak boleh keluar dari
Kerajaan Mataram,dengan singkat Embah Jatikusuma membuat alat seni yang disebut Tarawangsa, yang lima orang tersebut diatas segera mementaskan seninya dengan berkeliling (ngamen). kesekeliling masyarakat disanan banyak yang menanyakan seni apa ini namanya, dijawab dengan
rayuan bahwa seni ini untuk memuliakan Dewi Sri (padi), lama-kelamaan terdengar oleh Raja Mataram kemudian dipanggil dan harus dipentaskan dan dengan mudah segala yang dibutuhkan disediakan termasuk bibit padi.
Keterampilan membuahkan keuntungan mereka dapat memasukan bibit padi kedalam lubang kecapi dan tarawangsa, selesai pertunjukan minta izin pulang dan diantar oleh petugas kerajaan dengan tidak mengalami hambatan apapun. pulangnya melalui jalur Demak, Kudus, Solo,
Cirebon, sayangnya sesampai di Solo Nyai Sumedang meninggal dunia sampai sekarang makamnya ada di solo. selanjutnya yang empat orang melanjutkan perjalanan, kembali ke Rancakalong
sampai di kampung Rancakalong, dan disambut masyarakat dengan meriah karena keberhasilannya membawa bibit padi dengan selamat. sampai sekarang pun tidak melupakan tradisi penghormatan
terhadap Dewi Sri(padi).

B. Buku Tahun :

Yang disebut buku tahun ialah melaksanakan upacara rasa syukur kepada Allah SWT dan                mementaskan Jentreng/Tarawangsa
untuk menghormati Dewi Sri setelah selesai panen.

C. Upacara Adat:

1. Ngalungsurkeun
2. Netes
3. Nema Paibuan
4. Hiburan ibu-ibu dan hiburan laki-laki
5. Pohaci (icikibung)
6. Nginep
7. Tutup/Doa

D. Pelaksana Upacara:

Penabuhan dua orang,Kecapi dan Tarawangsa.
Pelaku: satu orang laki-laki (saehu) satu orang perempuan (saehu) dan empat orang                             pembantu wanita.

E. lagu-lagu:

1.Saur
2.Pamapag
3.Pangapungan
4.Pangameut
5.Limbangan (badud)
6.Angin-angin
7.Jemplang
8.Sirnagalih
9.Keupat Endang
10.Pengairan
11.Koromong
12.Dengdo
13.Reundeu
14.Bangun
15.Mataraman
16.Degung

F.Kelengkapan:

1.Totopong Hideung
2.Takwa Hideung
3.Samping Perangantakusumah
4.Keris Pusaka
5.Empat selendang putih,merah,hijau,kuning
6.Renda
7.Sisir
8.Kaca
9.Gelang
10.Dua mata uang logam

Sesajen:

  1.Dua bakakak (bakar ayam)
  2.Panggang bakar ikan mas
  3.Puncak Manik
  4.Nasi liwet
  5.Satu pinggan beras putih dan telur ayam mentah
  6.Satu nyiru makanan seperti:
  bubur beureum bodas,kupat dupi tangtang angin,opak,wajit,angleng,kolontong,bubuahan rupa-rupa,
  rurujakan: rujak cau,kalapa,asem,cuing,cikopi,hanjuang,hihid,satubaki rupa-rupa kembang,
  minyak kalapa,menyan,satu pinggan air dan satu pinggan besar pakai tektek untuk netes dan pohaci.
  Semuanya disimpan di atas kain putih.kekurangannya dapat ditambahkan.


PENJELASAN

Seni tradisional jentreng:kegiatan seni budaya milik masyarakat Rancakalong yang tidak ada di daerah lain. Adat tradisional Ngalaksa:
Kegiatan budaya masyarakat yang ritual sama tidak ada di daerah lain. Caranya pembuatan laksa berupa makanan yang bahannya dari tepung beras,melalui beberapa tahap,tahap pertama pemberitahuan(bewara),tahap kedua pengumpulan bahan
berupa padi,tahap ketiga pembagian bahan seperti: kesatu untuk bahan laksa, kedua untuk makan, ketiga untuk belanja dan keempat cadangan. Tahap keempat penumbukan secara kasar,tahap kelima mencuci beras,tahap keenam menyimpan beras
hasil di cuci dipajemuhan selama tiga hari tiga malam,bila telah jadi baru di tumbuk lagi dijadikan tepung,selanjutnya diolah sampai jadi laksa.Setelah jadi laksa dibagikan oleh rurukan kesemua yang hadir dan yang ikut andil bahan,
selesai langsung diadakan penutupan.

BUKU TAHUN : Menggambarkan kegembiraan masyarakat petani dan rangka syukuran kepada allah SWT beserta hiburan Seni Jentreng, pada waktu selesai panen (Rumpak Jarami Ampih Pare).
MAPAG IBU  : Menjemput padi bila telah selesai pemeliharaan, penjemuran untuk disimpan kedalam gudang (leuit), acaranya dalam penjemputan dengan iringan masyarkat yang di undang, Rengkong dan Dogdog,Beluk,Sampiran,Umbul-umbul dan sebagainya.
Dirumah disediakan rombongan Seni Tarawangsa (Jentreng).
Jaman dahulu padi yang ditanam kebanyakan padi Ranggeuyan,sedangkan padi Segon tidak banyak.
Pengolahan padi Ranggeuyan dibuat sebagai berikut:
Eundanan, Dugel dua, Dugel tiga, Dugel empat, Dugel lima, Dugel enam, Dugel tujuh, Dugel delapan,
Dugel sembilan. Hal ini melambangkan kita sebagai umat islam harus melaksanakan perintah Allah SWT yaitu Sholat yang lima waktu.Seni budaya ini dapat dipentaskan pada waktu selamatan:buku tahun, khitanan, perkawinan,
selamatan rumah dan selamatan kampung.

SEJARAH GUNUNG KUNCI

3


       Banyak orang menetahui bahwa sumedang sebernya mempunyai potensi wisata alam yang menarik dan bagus untuk dikunjungi, selain tempatnya yang indah juga ada beberapa peninggalan sejarah dari jaman penjajahan belanda. Mungkin sumedang hanya terkenal dengan tahunya tapi Sumedang juga memilki banyak tempat wisata dan banyak tempat bersejarah diantaranya dalah Gunung Kunci.
Gunung Kunci adalah sebuah tempat yang berlokasi di jln. Pangeran Sugih (Komplek Gn. Kunci) Sumedang, Jawa Barat. Gunung adalah tempat bersejarah di Sumedang akan tetapi Gunung Kunci sekarang merupakan objek wisata Sumedang. Di Gn. Kunci terdapat Ampi Theatre (Panggung Hiburan terbuka), Bangunan Pujasera, Tempat Istirahat, Arena Bermain, Goa Belanda, Arena Outbond, Joging Track, Menara Pengawas, Mushala dan Toilet.
            Tempat ini dinamakan Gunung Kunci karena pangker tempat pertahanan (menurut Belanda) kunci pertahanan Belanda terbesar. Didirikan pada tahun 1914 – 1917 oleh Jendral dari Belanda. Di Gn.Kunci terdapat benda bersejarah yaitu Benteng Pertahanan (Bangker), tempat ini dikelola oleh 2 lembaga yaitu Dinas Kehutanan/UPTD unit pelaksana dinas,BPCB (Khusus Gua) balai pelestarian cagar budaya. Kawasan ini semula merupakan kawasan hutan produksi terbatas pada kelompok hutan karena memiliki keindahan alam nilai historis peninggalan Belanda dan luasan yang cukup untuk pembangunan koleksi tumbuhan. Dan atau satwa maka dirubah fungsinya menjadi taman hutan raya dengan surat keputusan menteri kehutanan No: SK.297/Menkut-II/2004 tanggal 10 Agustus 2004. Kota kawasan gunung kunci kurang lebih 35,81 Ha yang terdiri dari Gunung Palasari seluas 32,01 dan Gunung Kunci seluas 3,80 Ha. Dengan elevasi berkisar antara kurang lebih 485-665 Mdpl secara administrasi kawasan Gn.Kunci termasuk wilayah kelurahan kotakulon Kecamatan Sumedang Selatan Kabupaten Sumedang. Terletak pada posisi antara 6o55’ – 7o25’ LS dan 107o45’ – 108o11’ BT. Dan lokasinya dekat dengan pusat pemerintahan Kabupaten Sumedang.
Pada tahun 1917 dibangun gua dan banteng pertahanan di daerah Sumedang di 4 lokasi perbukitan yang mengelilingi kota Sumedang, yaitu di Gunung Kunci, gunung Palasari/ Pasir Bilik dan gunung Gadung. Gua dan benteng pertahanan yang sekarang keadaannya masih utuh adalah di gunung Kunci yang terkenal dengan nama Pandjoeman dan di Gunung Palasari, kemungkinan karena sejak tahun 1934 gua dan benteng tersebut kelestariannya dapat terjaga oleh petugas Perum Perhutani KPH Sumedang.
Perlawanan rakyat Sumedang terhadap bangsa kulit putih sudah diawali sejak tahun 1800an ketika kedatangan Gubernur Jenderal Daendels mengontrol pembuatan jalan Pos Anyer-Panarukan yang melewati daerah Sumedang, antara tahun 1810-1811.
Pekerjaan secara rodi yang berat didaerah Sumedang telah meminta banyak korban jiwa. Konon pada saat Daendels mengajak bersalaman disambut oleh Pangeran Kusumadinata IX (dikenal dengan nama Pangeran Kornel) dengan tangan kiri, sementara tangan kanan Pangeran memegang keris. Sang Gubernur yang dikenal sangat galak dan karenanya di juluki sebagai Mas Galak terkejut dan menjadi lemah menghadapi sang Pangeran.
Peristiwa heroik tersebut diabadikan pada nama jalan cadas tersebut dengan nama Cadas Pangeran. Tahun pembuatannya diabadikan dalam prasasti batu marmer berhuruf jawa/sunda terletak pada satu dinding cadas di Cadas Pangeran, lukisan relief peristiwa tersebut kini terlukis pada pintu gerbang masuk wana wisata Gunung Kunci. Gua dan benteng pertahanan Belanda digunung Kunci memiliki keunikan baik bentuk maupun dibagian puncak bukit tersembul tembok benteng yang tegar berbentuk seperti motor boat dengan panjang 70m dan lebar 30m, ditengah benteng tersembunyi bangunan kamar-kamar yang atapnya ditimbun tanah. Dibagian bukit benteng terdapat bangunan bertingkat dua, disini terdapat beberapa tangga yang menurun menuju ke perut bukit. Luas bangunannya 2.600m persegi. Luas bunkernya 450m persegi. Didalam bukit terdapat lorong-lorong gua sepanjang 200m, menghubungkan kamar-kamar dibawah tanah dan antara pintu masuk menuju kebagian benteng. Ada 17 buah gua diperut bukit ini. Karena ada perbedaan tinggi dihubungkan dengan lorong bertangga. Bentuk kamar-kamar pada umumnya persegi panjang melengkung, terdapat pula dua ruangan yang berbentuk bulat seperti menara dengan garis tengah 3meter, ruangan bulat ini letaknya tersembul keluar bukit dilengkapi lubang pengintai (tempat mancong senjata berat). Lantai satu adalah ruang prajurit, lantai dua untuk ruang perwira dan lantai tiga sebagai benteng pertahanan. 
            Area kawasan hutan Gunung Kunci ini merupakan ekosistem pinggiran sungai,aliran sungai Cimanuk Subdas Cipeles, pinus dan mahoni merupakan tanaman yang terbanyak tumbuh di Gunung Kunci. Tempat ini buka pukul 08.00 – 17.00 WIB dengan harga tiket,dewasa/umum Rp.3.000 , anak kecil Rp.2.000 , manca Negara Rp.20.000 , Photografer Rp. 50.000. jika ada yang merusak akan didenda ratusan juta, karena agar jera dengan biaya denda yang mahaldan sudah diatur dalam UUD kehutanan.

Sumber : Penjaga Gunung Kunci dan http://globalbrokergol27.blogspot.co.id/2013/08/asal-muasal-gunung-kunci-sumedang.html

Disusun Oleh kelompok 6 (XII-RPL 1)
-Rizalu Ilman M
-Egi Junaedi
-Cindy Arismaya I
-Novi Sintia D
-Sri Dewi
-Diana 

Copyright © 2015 Dedi Irawan. Designed by Templateism